Bukan curuk, tapi curug Cibareubeuy.


Sejuk, air jernih, mata air, atau bahkan air terjun,semuanya ada di sebuah tempat wisata yang kurang dikenal orang banyak, Curug Cibareubeuy. Tempatnya di Subang, dekat Sari Ater atau perbatasan antara Subang dengan Lembang, Bandung. Orang yang mengenal tempat ini memang sedikit. Maklum, tempatnya terpencil. Terletak disebuah desa yang bernama Cibeusi. Jalan yang bisa dilalui oleh mobil hanya sampai di gerbang masuk desa saja. untuk melanjutkan ke tempat wisata, harus menggunakan kendaraan lain, motor atau bahkan berjalan kaki karena jalan yang sempit. Masih sangat terasa keasrian tempat ini. Warga desa tersebut juga terkenal sangat ramah, apabila ada orang yang melintas, mereka akan selalu bertegur sapa. Bahkan kepada orang asing sekalipun. Senyuman mereka seakan-akan menandakan terdapat sesuatu yang sangat menarik yang tersimpan di desa mereka. Tentu saja, jarak dari desa menuju tempat lokasi air terjun yang berjarak sekitar tiga kilometer tidak akan terasa apabila sambil dinikmati dengan pemandangan yang sangat indah. Sawah yang hijau, udara sejuk, air sungai yang masih sangat jernih, juga hutan lindung yang sudah sangat jarang ditemui. Rasa lelah dan haus, semuanya akan berubah menjadi rasa penasaraan yang sangat besar untuk mengetahui apa yang ada di ujung persawahan ini. Ya, air terjun.

Selain air terjun, juga terdapat semacam pondok sederhana yang sengaja dibangun untuk tempat menginap atau bahkan hanya untuk sekedar menghilangkan rasa capek. Pondok tersebut dibangun oleh seorang warga desa tersebut bernama bapak Rosyid, biasa dipanggil pa Ocid. Orang yang dikenal ramah sekali terhadap pengunjung. bagaikan seorang raja yang bertamu ke kerajaan lain. Dia bekerja mengurusi pondok tersebut, sebagai pembuat gula aren, dan istrinya adalah salah satu petani di sawah di desa mereka. Alangkah baiknya semua kebaikan yang dia berikan dengan memberikan upah atas apa yang telah ia berikan ke pada kita apabila berkunjung kesana. Memang, dia tidak pertnah meminta upah, jika diberipun dia terlihat sungkan untuk menerimanya. Ya, berilah seikhlas kita.

Dari pondok tersebut, kita tidak jauh lagi untuk menuju air terjun yang kita tunggu-tunggu. Berjarak sekitar seratus meter dari pondok, jalannya cukup terjal memang, melewati jalan dipinggir sungai yang jernih airnya. Sesampainya disana, kita akan disambut dengan sebuah pelangi, pelangi tersebut terlihat berada didepan air terjun tersebut. Air terjun yang menjulang tinggi keatas, kira-kira tingginya tiga puluh meter itu menjatuhkan setiap tetes air diatas sebuah genangan air yang cukup besar. Menyesal apabila kita tidak turun untuk hanya bermain air disana, atau bahkan berenang dia air yang terasa sangat dingin tersebut. Sungguh indah, suasana yang belum tentu kita dapatkan ditempat lain.

Selain air terjun, terdapat juga tempat lain yang tidak kalah menariknya dengan air terjun, Batu Ringgit. Kita harus naik ke puncak gunung diamana air terjun itu berasal untuk mengetahui tempat air Batu Ringgit itu. Batu Ringgit adalah tempat dimana dahulu dipergunakan sebagai tempat berjual beli. Orang belanda membeli barang-barang hasil pertanian yang dijual oleh warga desa tersebut. Oleh karena itu tempat tersebut dinamai Batu Ringgit. terdapat sebuah batu besar yang dipahat membentuk seperti sebuah jamur, tentu saja itu sangat sulit dilakukan pada zaman tersebut, itu lah yang membuat tempat tersebut menjadi terlhat menarik.

Pada liburan semester dua kemarin, tepatnya sekitar bulan Juli, saya dan teman-teman sekelas saya di Sastra Inggris Universitas Padjadjaran pergi berlibur kesana. Saya sudah pernah mengunjungi tempat tersebut sebanyak dua kali pada waktu SMA, tiga kali dengan waktu itu. Bahkan bapak Rosyid pun sudah sangat mengenal saya. kami berangkat dari  Jatinangor menggunakan angkutan umum yang kami sewa, lalu sampai di gerbang desa Cibeusi. Kami lanjutkan dengan berjalan kaki menuju lokasi air terjun. Tepat tengah hari kami tiba di pondok milik bapak Rosyid, kami beristirahat. Sorenya kami pergi untuk membuktikan omongan saya kepada teman-teman saya tentang betapa indahnya air terjun tersebut. Kami membuat api unggun dan ngeliwet pada malam harinya, dari semua bahan yang kami bawa sendiri, dan beberapa bahan lain dari bapak Rosyid sendiri. Lalu besoknya, beberapa orang dari kami pergi ke tempat Batu Ringgit. Tidak semua karena ada beberapa yang terlihat kedinginan dan masih ingin tidur. Sungguh menyesal mereka tidak ikut kami ke atas gunung. Pemandangan indah disebelah air terjun yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata tentang keindahannya. Hingga pada siang harinya kami pulang dengan menggunakan mobil sewaan yang kami sewa didekat desa. Sore menjelang malam kami pun tiba di Jatinangor dengan berbagai kepuasan yang tidak akan pernah kami lupakan. Berikut foto-foto yang kami abadikan:

Satu hal yang masih saya ingat, teman-teman saya yang rata-rata bukan berasal dari rumpun sunda kerap kali salah dalam menyebutkan nama tempat dan air terjunnya. Yang seharusnya curug Cibareubeuy, mereka panggil curuk, lalu Cibareubey mereka panggil Cibrebey. Lucu memang, toh mereka memang bukan orang sunda. Mereka tampaknya harus mulai belajar dari kata peuyeum. :)






perjalanan kami menuju lokasi air terjun



di pondok




finally, air terjun



bermusik itu asik


batu ringgit


Comments